Andai di dunia ini tidak ada cinta,
maka hidup akan serasa gersang, hampa dan tidak ada dinamika. Cinta bisa
membuat sesuatu yang berat menjadi ringan, yang sulit menjadi sederhana,
permusuhan menjadi perdamaian dan yang jauh menjadi dekat. Itulah gambaran
kekuatan cinta.
Cinta, ditilik dari sudut manapun
selalu menarik untuk dibahas. Sejarah mencatat, sejumlah seniman, teolog sampai filosop
membicarakan cinta dari berbagai perspektifnya
baik dalam bentuk roman, puisi, syair bahkan sampai dalam bentuk tulisan ilmiah
yang bernuansa teologis, fenomenologis,
psikologis ataupun sosiologis.
Filosop sekaliber Plato bahkan pernah
mengatakan “Siapa yang tidak terharu oleh cinta, berarti berjalan dalam gelap
gulita”. Pernyataan ini menggambarkan betapa besar perhatian Plato pada masalah
cinta, sampai-sampai dia menyebut orang yang tidak tertarik untuk
membicarakannya sebagai orang yang berjalan dalam kegelapan.
Peranan cinta dalam kehidupan tidak
diragukan lagi pentingnya. Cinta diyakini sebagai dasar dari perdamaian,
keharmonisan, ketentraman, kebahagiaan bahkan kebangkitan peradaban.
Namun apa sesungguhnya cinta itu ?
Diakui, problem yang dihadapi saat
membicarakan cinta biasanya adalah persoalan definisi. Belum pernah ditemui suatu rumusan tentang cinta yang singkat,
padat dan mewakili pemahaman akan hakikat cinta secara tepat.
Jalauddin Rumi pernah mengatakan
bahwa cinta itu misteri,
tidak ada kata-kata yang bisa
mewakili kedalamannya.
Cinta tak dapat termuat dalam
pembicaraan atau pendengaran kita,
Cinta adalah sebuah samudera yang
kedalamannya tak terukur …
Cinta tak dapat ditemukan dalam
belajar dan ilmu pengetahuan,
buku-buku dan lembaran-lembaran
halaman.
Apapun yang orang bicarakan itu,
bukanlah jalan para pecinta.
Apapun yang engkau katakan atau dengar
adalah kulitnya;
Intisari cinta adalah misteri yang
tak dapat kau buka !
Cukuplah ! Berapa banyak lagi kau
akan lengketkan kata-kata di lidahmu ?
Cinta memiliki banyak penyataan
melampaui pembicaraan. . .
Oleh sebab itu, disini kita tidak
akan mendefinisikan cinta karena
khawatir mereduksi kedalamannya. Biarlah cinta berbicara dalam perbuatan kita.
Disini, kita akan mencoba mencermati unsur-unsur yang selalu ada dalam cinta.
Erich fromm, murid kesayangannya
Sigmund Freud menyebutkan empat unsur yang harus ada dalam cinta, yaitu :
1.
Care (perhatian). Cinta harus melahirkan
perhatian pada objek yang dicintai. Kalau kita mencintai diri sendiri, maka
kita akan memperhatikan kesehatan dan kebersihan diri. Kalau kita mencintai
orang lain, maka kita akan memperhatikan kesulitan yang dihadapi orang tersebut
dan akan berusaha meringankan bebannya. Kalau kita mencintai Allah Swt., maka
kita akan memperhatikan apa saja yang Allah ridhai dan yang dimurkai-Nya.
2. Responsibility (tanggung jawab). Cinta harus
melahirkan sikap bertanggungjawab terhadap objek yang dicintai. Orang tua yang
mencintai anaknya, akan bertanggung jawab akan kesejahteraan material, spiritual dan masa depan
anaknya. Suami yang mencintai isterinya, akan bertanggung jawab akan
kesejahteraan dan kebahagiaan rumah tangganya. Karyawan yang mencintai
perusahaannya, akan bertanggung jawab akan kemajuan perusahaannya. Orang yang
mencintai Tuhannya, akan bertanggung jawab untuk melaksanakan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Itulah Responsibility.
3. Respect (hormat). Cinta harus melahirkan sikap
menerima apa adanya objek yang dicintai, kelebihannya kita syukuri,
kekurangannya kita terima dan perbaiki. Tidak bersikap sewenang-wenang dan
selalu berikhtiar agar tidak mengecewakannya. Inilah yang disebut respect.
4. Knowledge (pengetahuan). Cinta harus
melahirkan minat untuk memahami seluk beluk objek yang dicintai. Kalau kita
mencintai istri atau suami, maka kita harus berusaha memahami kepribadian,
latar belakang keluarga, minat, dan ketaatan Agamanya. Kalau kita mencintai Tuhan, maka harus
berusaha memahami ajaran-ajaran-Nya.
Kalau empat unsur ini ada
dalam kehidupan kita, Insya Allah hidup ini akan bermakna. Apapun yang kita
lakukan, kalau berbasiskan cinta pasti akan terasa ringan. Karena itu Nabi Saw pernah bersabda: “Tidak sempurna iman seseorang kalau dia
belum mencintai orang lain sebagaimana dia mencintai dirinya sensiri”. “ Cintai
oleh mu mahluk yang ada di muka bumi, pasti Allah akan mencintaimu”. (HR.
Muslim)
Supremasi kebahagiaan
tertinggi, kalau kita mampu mencintai orang lain dengan tulus tanpa pamrih,
mencintai diri sendiri secara proporsional, mencintai Allah Swt dengan penuh
loyalitas dan selalu merasa dincintai-Nya. Inginkah hidup kita bermakna ? Let
Love be Your Energy ! Selamat Mencintai
Robmu Kawan!!
0 komentar:
Posting Komentar
Jangan Hanya Baca Saja, Di Tunggu Komentarnya ^_^
Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.