Home » » Antara Cinta, Aturan dan Islam

Antara Cinta, Aturan dan Islam

Cinta...

Ruh yang mengalir lembut,

menyenangkan, bersinar,
jernih, dan
ceria...

Cinta...
Ruh yang mengalir lembut,
menyesatkan, berderai,
jernih, dan
badai...
Sulitkah membedakannya...


Akan ada suatu babak dalam kehidupan manusia, ketika kita merasa ada seseorang yang tiba-tiba memberi perhatian lebih kepada kita.

Akan ada suatu babak dalam kehidupan manusia ketika kita harus mulai merelakan kepergian orang-orang yang kita sayangi karena sesuatu hal, karena umur(maut) misalnya.

Dan akan ada pula suatu babak dalam kehidupan manusia ketika kita dituntut untuk bisa memilih pilihan-pilihan,yang ke-iman-nan lah landasannya.

Cinta adalah suatu yang wajar dalam kehidupan ini. Dia tlah melekat erat di jiwa dan telah menjadi fitrahnya kita sebagai manusia. Dia adalah nyanyian surga, membuai semua makhluk ciptaan Allah yang mendengarnya. Ketika senandungnya mulai berdendang maka tidak ada suatu hatipun yang akan kehilangan asa. Bahkan bumipun terus berputar tanpa lelah karena wujud cinta kepada Tuhannya-Allah-.

Cinta... dia adalah sebuah harapan, kerinduan, sebuah panggilan jiwa untuk selalu -ingin dekat saat jauh-, -ingin segera bertemu saat berpisah-, -ingin selalu tak terpisahkan-, -ingin selalu bersama saat suka maupun duka-, -ingin selalu tak berakhir-...
Cinta... ya, itulah Ia...

Namun di sisi lain,

Cinta... dia adalah derita, cobaan, hinaan...

Maka selayaknya hidup, cinta pun butuh aturan...

Aturan dalam mencurahkan, dan menyampaikannya agar dengan petunjuk, cara, atau aturan tersebut, cinta tersebut di ridhoi oleh Allah SWT.
Aturan dalam mengapresiasikannya agar menjadi terbuktilah sabda Rasulullah Saw, “Sesungguhnya sesama mukmin itu bersaudara” 

Namun kenyataannya, manusia jaman sekarang hidup dalam ketidak-teraturan yang amat sangat. Jika memang ada aturan, namun bukanlah yang seharusnya dipakai...

Padahal kitalah yang mengakui sendiri bahwa diri ini adalah seorang muslim, lahir dengan panggilan Ilahi untuk menjadi muslim yang selalu menyempurnakan keimanannya, untuk menjadi muslim yang selalu menyempurnakan aqidahnya...

Padahal kitalah orang yang paling lantang “berbicara” ketika melihat saudara Muslim “disakiti”, di injak-injak harga diri, kehormatan, dan kebebasan untuk beribadahnya...

Padahal kitalah yang selalu berkata dalam tiap shalatnya,”asyhadu anla illa ha illallah, wa asyhadu anna muhammadar Rasulullah”...

Padahal kitalah yang selalu berkata dalam tiap do’anya,”Ya Allah, cintailah daku sebagaimana Engkau telah mencintai hamba-hambaMu yang telah mendahuluiku dalam beriman kepadaMu, jadikanlah daku kekasihMu sebagaimana Engkau telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasihMu”...

Padahal kita sendirilah yang “berjanji” dihadapanNya, saat sebelum ruh ditiupkan ke dalam jasad-di alam ruh-, saat perjalanan hidup-di alam dunia-, dan saat dimintai tiket perjalanan ke surga-di alam akhirat-, untuk hanya mengibadahi Allah saja, untuk hanya beraturan Al-Qur’an saja, untuk hanya berkepimpinan Rasul saja, untuk berketaatan hanya kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri saja...
Padahal...padahal...padahal,,,

Lalu sekarang?! Mana bukti perkataan itu, bukti ucapan itu, bukti pernyataan itu, bukti do’a itu, bukti perjanjian itu? Mana bukti semua kecintaan kepada Rabb mu itu???
Duh, begitu berat amanah yang sedang kami pikul ini ya rabb...

Maka selayaknya ibadah, cinta pun butuh aturan...

Ya, aturan dalam mengaplikasikannya agar cinta pun kini menjadi ibadah, cinta dan benci pun kini menjadi karena Allah saja...

Dahulu sekali -kurang lebih 14 abad yang lalu- telah ada yang memperjalankan semua ini. Mengubah hal yang di anggap kebanyakan orang saat itu sebagai mimpi, khayalan, sebuah keniscayaan... tapi waktu-Allah- telah membuktikannya, dia dan para sahabatnya telah berhasil memperjalankan semua ini.
Ah, mungkin karena ia adalah malaikat?

Bukan, tapi dia adalah manusia, sama seperti para sahabatnya, sama seperti diriku, sama seperti dirimu...
Hanya saja Ia dan para sahabatnya adalah manusia “pilihan”.

Ya, yang dengan sadar telah mengambil “pilihan” untuk memperjalankan Islam sebagai sebuah sistem hidup yang menyeluruh.

Ya, yang dengan sadar telah mengambil “pilihan” untuk membuktikan semuanya. Perkataan itu, Ucapan itu, Pernyataan itu, Do’a itu, “Perjanjian” itu, dan semua Kecintaan kepada Rabb nya itu...
Mereka itulah orang-orang “pilihan”...

Inilah realita Islam dahulu, dan inilah juga realita Islam jaman sekarang.

Tumbuh, besar dan menangnya Islam bukanlah semata karena banyaknya jumlah pengikutnya yang mau memeluk Islam-toh sekarang jumlah penduduk dunia mayoritas adalah Muslim-, tapi seberapa banyak muslim yang sadar dan mengambil “pillihan” untuk memperjalankan Islam sebagai “sistem hidup yang kaffah”. Sadar lalu mengambil “pilihan” untuk berbaris rapi dan merapihkan barisan, berbaris dalam barisannya Rasul, berbaris dalam barisan yang telah dibuat dan diperjalankan selama 14 abad lebih, dan bukan berbaris dalam barisan lain bahkan membuat barisan baru yang belum teruji selama 14 abad.

Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalanNya dalam barisan yang teratur, seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kukuh...

Sehingga tidak ada lagi istilah atau slogan-slogan –pacaran Islami*-, -Islam garis keras*-, -Muslim yang ibadahnya hanya shalat*-saja, dsb...

Slogan-slogan yag kesemuanya hanya untuk mengaburkan hal sebenarnya sudah jelas tertulis. Bukankah pengaburan-pengaburan seperti itu yang sedang gencar saat ini, namun akankah aktivis da’wah pun tertipu?

Atau pengelompokan-pengelompokan dalam Islam, –Muslim yang hanya ingin ber ubudiyah-saja disini tempatnya, -Muslim yang hanya ingin berpolitik-saja disini tempatnya, -Muslim yang hanya ingin berjihad-saja disini tempatnya, Muslim yang hanya ingin berdzikir-saja disini tempatnya, Muslim yang hanya ingin berekonomi Islam-saja disini tempatnya, dan yang lain-lain disinilah tempatnya...

Hei tunggu dulu, apakah ber-ubudiyah itu salah? Berpolitik, jihad, dzikir, berekonomi Islam itu salah, dan yang lain juga menjadi salah???

Demi dzat yang nyawaku dan nyawamu ditanganNya, insya Allah semua itu benar. “Benar, namun hanya ketika kita tidak parsial jika sudah memilih Islam“. 

Bukankah Allah telah menyempurnakan Islam, telah meridhoi Islam sebagai agama, telah menyempurnakan risalah yang diperjalankan Rasulullah?

Bukankah dalam ber-Islam itu harus utuh, tidak boleh parsial-sebagian-, tidak boleh sebagian ayat diambil namun sebagian lagi ditolak-mungkinkah hal itu?-

Ya itulah realita Islam saat ini...
Jika luasnya Islam diibaratkan lautan, maka ketika kita hanya mengambil satu gelas dari keseluruhan air di lautan apakah lantas gelas tersebut kemudian bisa dikatakan menjadi lautan walaupun mereka berasal dari sumber yang sama...?

Jika misalnya yang dikatakan Islam itu adalah sebuah rumah, maka apakah sama sebuah rumah dengan teras?

Mengapa dapat dikatakan sebuah rumah?
Terdiri atas bagian apa saja, sehingga ia baru bisa dikatakan sebagai sebuah rumah?
Akankah aktivis da’wah pun tertipu?...-lagi-

Sahabatku, akankah kita selalu kokoh dalam perjuangan ini? Sungguh, amanah ini terlalu berat jika harus dipikul sendiri.
Sahabatku, cukuplah Allah saja yang tau maksud hati ini, apalah penilaian manusia jika dibandingkan dengan penilaian Allah... cukuplah kita kokoh dengan seruan “inilah jalan da’wah ku”.

Sahabatku, jalan da’wah ini masih panjang. Baru beberapa fase dari keseluruhan fase da’wah Rasulullah. Bersabarlah sejenak, jangan terlalu terburu...

Sahabatku, berdirilah disampingku. Kuatkanlah aku ketika lemah, jadilah saudaraku dalam perjuangan panjang ini. Dan buktikanlah sendiri bahwa janji Allah adalah benar...

Sahabatku, selayaknya hidup maupun cinta. Maka ibadah pun membutuhkan aturan... 

Ya, aturan dalam menjalankannya. Karena sahabatku, ibadah itu membutuhkan ketauhidan, ibadah itu membutuhkan ke-kaffah-han, ibadah itu membutuhkan ke-i’tishom-an, ibadah itu membutuhkan ke-izhar-an, ibadah itu membutuhkan ke-ikhlas-an atau kemurnian...

Mari bersama menetapi Islam sebagai sistem hidup kaffah diatas...
Sahabatku, sudah cukup lama dunia tertipu. Akankah kita pun tertipu?...-terus-

0 komentar:

Posting Komentar

Jangan Hanya Baca Saja, Di Tunggu Komentarnya ^_^

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.